Silahkan tunggu dalam 15 detik.

Download Timer

Selasa, 15 Mei 2012

Mancini dan Optimalisasi Kualitas Skuad

Seperti halnya di banyak pertandingan, media dan pengamat menjabarkan sejumlah statistik dan sejarah di balik partai terkait. Demikian pula sebelum pekan terakhir Liga Primer Inggris, Minggu (13/5), yang akan menentukan juara melalui partai Manchester City vs Queen Park Rangers (QPR) dan Sunderland vs Manchester United (MU).

Sejarah dan statistik yang bisa dikedepankan untuk dua partai penentu itu, antara lain, belum ada tim peringkat kedua di klasemen sementara Liga Inggris yang dapat melonjak ke posisi puncak saat kompetisi berakhir. Setidaknya statistik itu sudah berjalan selama 10 musim terakhir. Di sisi ini, City punya peluang. Terlebih skuad Roberto Mancini punya keunggulan ketika laga memasuki menit ke-75. Sebanyak 72 persen gol City musim ini tercipta setelah menit ke-75.

Namun minusnya, Stadion Etihad bukan tempat yang angker bagi pelatih QPR, Mark Hughes. Empat kunjungannya ke kandang bekas klubnya itu, Hughes belum pernah kalah. Apalagi Hughes punya motivasi agar QPR terhindar dari degradasi. Artinya, ada angin segar untuk Ferguson.

Proses dan hasil akhirnya sudah kita ketahui bersama. City, yang tampil dengan ketegangan dan kepanikan ekstra tinggi, ternyata sukses melalui ujian di menit tambahan untuk mengalahkan QPR 3-2. Mereka menjuarai Liga Inggris untuk pertama kalinya dalam 44 tahun.

Di awal musim, perhitungan siapa yang akan menjuarai Liga Inggris sudah mengerucut antara City dan MU. Secara reguler setiap musimnya, BBC Inggris mengeluarkan prediksi dari para wartawan sepakbolanya. Hampir semua menjawab MU akan juara. Alasan mereka umumnya adalah konsistensi dan pengalaman Sir Alex Ferguson bersama MU.

Tetapi ada catatan khusus dari mereka, yakni ingin melihat City juara. Karena secara teknis, level City dinilai berada sedikit di atas MU. Namun ya itu tadi, mereka masih mempertanyakan konsistensi City plus faktor pengalaman.

Perjalanan di musim ini menunjukkan sedikit tanda negatif dari MU, sementara City menunjukkan kekuatan mencetak gol melalui para bintang penyerangnya. Salah satu yang disorot pengamat adalah pertahanan MU. Dalam 7 partai awal saja, kiper baru David De Gea punya statistik penyelamatan gawang paling banyak di musim ini, 24 kali. Artinya, MU mudah ditembus lawan sampai garis akhir. Andai bukan De Gea di bawah mistar, mungkin musuh berpeluang mencetak banyak gol di gawang MU.

MU yang dikenal bermain secara sistem kemudian mendapat gangguan besar ketika kapten dan bek tengah Nemanja Vidic harus absen lantaran cedera. Teknis MU setidaknya sedikit menurun walaupun sepakbola tetap permainan kolektif. Kendati demikian, MU masih bisa bernafas lega karena City juga mendapat gangguan melalui ulah indisipliner dua strikernya, Carlos Tevez dan Mario Balotelli.

Di sinilah, Mancini punya peran besar. Sebagian orang menilai Mancini terlalu "lembek" karena memaafkan Tevez dan Balotelli dan memasukkan mereka kembali ke tim. Ia dinilai menciptakan sinyalemen buruk dalam hal disiplin pemain. Tetapi Mancini, yang memberi 3 gelar juara Serie A untuk Inter Milan, punya alasan lain.

Tevez dan Balotelli dinilai terlalu penting bagi City. Tevez, yang catatan golnya kalah jauh dari Sergio Aguero, Balotelli dan Edin Dzeko, berperan mencairkan proses serangan timnya yang punya unsur sesama pemain berbahasa Spanyol (Aguero, David Silva dan Pablo Zabaleta).

Mancini ternyata juga mahir memainkan perang mental dengan Sir Alex Ferguson seperti yang diamini Silva. Ketika City menuai dua seri dan sekali kalah saat laga menyisakan 10 partai, beberapa kali Mancini mengeluarkan pernyataan bahwa timnya tak lagi punya peluang juara. Apalagi City akhirnya tertinggal 8 poin dari MU di bulan April. Tetapi titik balik terjadi kala City sukses menundukkan MU 1-0 dalam partai derbi nan krusial pada akhir April lalu.

Sambil terus berkomentar bahwa City tak akan juara, Mancini membawa timnya memenangi seluruh partai tersisa. Sementara MU kehilangan poin krusial saat takluk 0-1 dari Wigan Athletic dan draw 4-4 dengan Everton.

Mancini, dengan mental juaranya, berhasil mengoptimalkan kemampuan timnya. Dia paham bahwa timnya belum punya pengalaman di jalur juara, tetapi dia tahu bagaimana memaksimalkan keuntungan sisi teknis para pemainnya yang koleksi gajinya nomor tiga terbesar di dunia di bawah Real Madrid dan Barcelona itu.

Selamat untuk City dan para pendukungnya.

sumber : yahoo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar